Siapa sangka, dua insan yang belum pernah bersua akhirnya dipertemukan dalam sebuah peristiwa yang begitu sakral—lamaran. Bukan di kafe, bukan lewat tatap mata yang lama, bukan pula dari perjalanan cinta yang panjang. Pertemuan pertama mereka adalah ketika tangan ayahnya menggenggam map berisi biodata lengkap calon menantunya, dan ibunya tersenyum menyambut keluarga pria yang baru pertama kali datang ke rumah mereka.
Hanya berselang 15 hari sejak orang tua sang pria menyampaikan niat baik, prosesi lamaran pun digelar. Tanpa banyak kata, tanpa sandiwara cinta, namun terasa damai dan penuh kepastian. Hati yang belum saling mengenal itu justru tenang, seolah telah lama disiapkan oleh skenario langit. Singkat? Mungkin bagi dunia. Tapi bagi mereka, ini adalah bentuk kepercayaan penuh pada takdir dan restu orang tua. Namun, jika lamarannya begitu cepat, resepsinya justru sebaliknya.
Pesta pernikahan dijadwalkan pada bulan Agustus 2025, sebuah tanggal yang ditentukan dengan penuh pertimbangan. Bukan karena ragu atau menunda, melainkan karena sang wanita masih harus menyelesaikan pendidikannya. Dan mereka sepakat: perjalanan cinta ini harus berdampingan dengan perjuangan masing-masing. Sebab, bagi mereka, cinta sejati bukan tentang seberapa cepat bisa bersatu, tetapi seberapa sabar menunggu waktu yang tepat.
Hari demi hari berlalu. Di tengah kesibukan kuliah, persiapan pernikahan tetap berjalan perlahan namun pasti. Ada rindu yang harus ditekan, ada ego yang harus dikalahkan, dan ada harapan yang terus dijaga. Sampai akhirnya tiba pada satu titik: apakah sang wanita akan benar-benar selesai kuliah tepat waktu? Entahlah. Tapi mereka percaya, semua yang sudah ditetapkan adalah bagian dari skenario terbaik.
Sebab mereka tahu, takdir tidak pernah terlambat. Ia selalu datang di waktu yang paling pas, meski berbeda bagi setiap orang. Bukan soal siapa yang lebih cepat atau siapa yang paling sempurna. Tapi siapa yang paling siap berserah dan percaya. Dan ketika hari resepsi itu akhirnya tiba, bukan hanya kebahagiaan yang menyelimuti mereka, tapi juga rasa syukur yang mendalam. Bukan karena semua berjalan sesuai rencana, tapi karena mereka telah menjalani proses yang tak semua pasangan mampu lewati. Cinta mereka bukan dimulai dari pertemuan, tapi dari keyakinan. Bukan dari kedekatan, tapi dari keberanian. Dan akhirnya bukan dari kesempurnaan, tapi dari kesabaran.